Mengapa kita masih membohongi Allah

Allah koq di bohongi.. siapa yang berani ?

bila kita menjawab dengan logika (hati nurani) kita,    tentu saja enggak ada yang berani.

Selain enggak ada yang berani tentu saja enggak ada yang bisa dan enggak mungkin untuk membohongiNya karena Dia adalah Dzat yang Maha Mengetahui.

 

Kaya gitu aja ditulis……., semua orang juga tahu…

hehehe… maaf yaa..  udah terlanjur ketulis , masa dihapus lagi …

 

Memang.., kalau kita menggunakan logika (hati nurani) kita , kita tidak akan pernah membohongi Allah dan tidak akan berani berbohong kepada Allah. Apalagi kita termasuk hamba Allah yang bertaqwa yang selalu mengerjakan perintahNya dan selalu menjauhi laranganNya (kalau enggak sedang lupa)

Tiap hari kita ngaji (belajar , ta’lim…  red ), membaca Alqur’an tidak pernah ketinggalan.. , puasa sunah rajin… sholat wajib enggak pernah ketinggalan,…sholat sunah pun jarang ketinggalan. Membayar zakat, infaq dan  sodaqoh tidak pernah lupa .. bagaimana mungkin kita membohongi Allah?

 

Sebagai orang yang bertaqwa, segala macam ibadah memang sudah masuk dalam urat nadi kita. Nggak ada istilah males apalagi terpaksa, semua sudah berjalan mengalir bagai aliran air di sungai….

Oleh karena itu judul tulisan saya “Mengapa kita masih membohongi Allah” jangan diambil hati.

 

Yaa diambil hati dong… kan hati saya tersinggung… makanya kalau nulis hati-hati..

 

Koq sampai ke hati – hati segala sih….tadi kan kita bicara tentang membohongi Allah ?

Kenapa sampai ke masalah hati ?

Yaa elu sih… asal nulis  aja .

 

OK deh karena udah terlanjur bikin judul tentang “membohongi Allah” , maka saya akan mencoba meneruskannya…. (jangan marah yaa…. )

 

Sekarang !  mari kita tanyakan pada hati kita “apakah kita tidak pernah membohongi Allah ?”

Hati kita pasti akan memberi jawaban dengan jujur ….

Dan jawaban itu akan menjadi rahasia pribadi kita masing-masing…

Banyak dari kita yang menjawab dengan tegas tidak pernah berbohong kepada Allah.

Sebagian dari kita mungkin akan menyangkal bahwa kita pernah membohongi Allah, sebagian lagi mungkin ragu-ragu dan mungkin juga ada yang mengakui dengan terus-terang bahwa kita pernah dan bahkan ada yang sering membohongi Allah ….

 

Lho koq….. (jangan ngada-ada  luuh …!)

 

Kalau kita mau jujur sejujur hati kita, mungkin kita akan mengakui bahwa kita sering membohongiNya, bahkan sampai lima kali sehari…

?????….???

 

Iya betul… lima kali dalam sehari semalam dan anehnya hal itu terjadi pada waktu kita sedang beribadah yaitu pada waktu sholat.

Setiap kita sholat kita selalu membaca do’a iftitah. Do’a yang pertama kali kita baca didalam shalat sekaligus do’a yang berisi tentang pengakuan kita sebagai hamba Allah.

 

Bacaan kita pertama kali adalah Allahu Akbar kabiiroo …………..

Dengan mengucapkan kalimat ini berarti kita mengagungkan Allah. Allah Maha Besar tidak ada sesuatupun yang melebihi kebesaran Allah.

Kita perlu bertanya kembali pada hati kita “benarkah kita sudah me-Maha Besarkan Allah?”

Apakah kita sudah mengucapkan takbir tersebut dengan setulus hati atau….  hanya sebatas ucapan dimulut saja.?  Mulut kita bertakbir tetapi hati dan pikiran kita sibuk mengerjakan tugas kita yang belum selesai. Mulut bertakbir tetapi hati dan pikiran kita terbang melayang berbelanja ke mall. Mulut bertakbir tetapi hati dan pikiran kita sedang nonton TV atau ngobrol dengan teman kita. Atau lebih parah dari itu,  mulut kita bertakbir tetapi hati dan pikiran kita sedang berzina dengan para artis dan selebritis. Na’udzu billah.

”Apakah ini namanya bukan membohongi Allah?” atau malah bisa dikatakan mengejek Allah atau mempermainkan Allah.

 

tapi kan …..?????

 

Itu baru kebohongan kita saat kita mengucap takbir saja.

Belum lagi  kalau dilihat dari keseharian kita…… Kita berikrar bahwa Allah Maha Besar tetapi kita masih mengagung-agungkan pangkat, jabatan dan kedudukan,   masih membangga-banggakan status sosial, kepandaian, kekayaan, masih suka meremehkan orang lain apalagi yang statusnya dibawah kita. Padahal mereka semua adalah sama-sama ciptaan Allah…. Yang tidak menutup kemungkinan bahwa mereka lebih mulia daripada kita disisiNya.

Belum cukupkah bukti bahwa kita ini seorang pembohong?

Hanya hati kita yang bisa menjawabnya….

 

Selanjutnya kita mengucapkan : Walhamdulillahi katsiroo

Dan segala puji (dengan pujian yang sangat banyak ) bagi Allah …

Dengan ucapan pujian ini,  kita seakan mengungkapkan rasa terimakasih kita kepada Sang Khaliq dengan pujian yang tiada habis-habisnya atas segala ni’mat yang telah dilimpahkan kepada kita.

Tapi benarkah kita telah benar-benar mensyukuri segala ni’matNya ?

atau lagi-lagi hanya sebagai ucapan kosong tiada arti … ?

 

Setelah memuji Allah kita me-MahasucikanNya dengan ucapan:  Wasub haanalloohi bukrotawwa ashiila….

Kita mengatakan bahwa kita me-Mahasucikan Allah diwaktu pagi dan petang, tetapi kenyataannya ….. setiap pagi dan petang kita asyik nonton TV melihat berita-berita yang enggak jelas benar salahnya atau melihat berita gunjingan dan ghibah dari para artis dan selebritis ….

 

Selanjutnya kita juga mengikrarkan bahwa : Inna sholaatii wanusukii wamahyaaya wamamaatii lillahi robbil ’aalamin

Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah Tuhan semesta alam. Suatu ikrar yang bisa membuat merinding sekujur badan kita saking hebatnya….

Tapi benarkah kita sudah memegang ikrar kita …?

Benarkah shalat kita hanya untuk Allah?

Kalau benar mengapa selagi kita shalat kita masih sempat memikirkan tugas dan kerjaan kita, kita masih sempat memikirkan belanja ke mal, masih sempat mengingat acara-acara TV, masih sempat merencanakan acara-acara yang akan kita lakukan …….. Sedangkan bacaan dan perbuatan shalat kita hanya sebatas ucapan orang mengigau yang tidak ada artinya sama sekali dan gerakan shalat kita hanya menjadi gerakan senam rutin lima kali sehari.

Bukankah shalat kita mirip sekali dengan gedebong pisang yang sedang ditebang…?  Bagai jenazah tanpa nyawa… bagai mayat hidup yang tidak mempunyai ruh….

Sekali lagi hanya hati kita yang tahu …

Sudah cukupkah kebohongan kita..?

 

Ternyata belum… Kita berikrar bahwa ibadahku hanya untuk Allah.

Kalau ditanyakan kebenarannya kepada hati kita , mungkin kita akan malu untuk yang kesekian kalinya

 

Tetapi lebih baik malu sekarang selagi masih berada didunia dari pada malu nanti ketika video amal ibadah   yang ternyata penuh dengan kepalsuan karena riya’ , diputar kembali di hadapan Allah SWT.

 

Atau mungkin kita enggak perlu merasa malu karena ibadah kita memang sudah benar hanya untuk Allah…

 

Kalau ibadah kita sudah benar hanya untuk Allah…, mengapa kalau kita shalat sendirian hanya makan  waktu dua atau tiga menit sedangkan bila kita shalat didekat kyai, didekat calon mertua (bagi yang masih bujangan) atau didepan pejabat bisa memakan waktu sampai sepuluh atau lima belas menit.

Kenapa kita sering bersodaqoh dan berinfaq hanya bila diketahui oleh orang lain. Dan mengapa suara bacaan Alqur’an kita akan menjadi lebih merdu dan lebih indah bila kita membaca ditempat umum dari pada kita membacanya sendirian didalam kamar?

Kembali hanya hati kita yang bisa jujur menjawabnya…

 

Ikrar kita yang terakhir: hidup dan mati kita hanya untuk Allah

Suatu ikrar yang sangat dahsyat…

Yang membuat malu diri kita ketika menyadari bahwa sebenarnya kita kita hidup dan mati hanya untuk diri kita sendiri,  lebih tepatnya mungkin untuk hawa nafsu kita sendiri.

Bagaimana tidak ?

Kalau memang hidup dan mati kita untuk Allah mengapa kita sering mencari nafkah dengan cara yang tidak diridhoi Allah (haram), kita masih mau menipu orang hanya untuk mendapatkan laba sedikit lebih banyak. Masih mau menyuap hanya untuk menjadi karyawan perusahaan atau pegawai negeri. Masih mau menyuap hanya untuk naik jabatan atau memuluskan usaha kita. Masih mau menjatuhkan saingan kita dengan cara-cara yang kotor. Masih mau menyuap agar anak kita bisa masuk sekolah atau universitas terentu…..

 

Selain menyuap,  kita juga dengan senang hati mau menerima sedikit uang suap untuk memuluskan usaha seseorang, bahkan menjadi kebanggaan tersendiri kalau bisa menikmati hidup dengan hasil suap dan korupsi. Apakah ini yang dinamakan hidup hanya untuk Allah?

Sudah lupakah kita akan ajaran para ustadz dan kyai?

Kita tidak lupa akan ajaran mereka tetapi kita hanya sering mengesampingkan ajaran mereka demi untuk meraih tujuan kita. Ajaran agama yang seharusnya menjadi rel kehidupan kita, terkadang hanya penghias  omongan dan tidak jarang hanya menjadi bahan perdebatan untuk menunjukkan betapa tinggi ilmu agama kita. Ilmu agama yang dijadikan sebagai kebanggaan bukan sebagai tuntunan.

 

Lho lho lho…..lohh koq jadi serius begini sih..?

Ehh.. iya yaa… hehehe… jadi kebablasan..

Maaf yaa… tapi dikit lagi yaa…

 

Saya yakin bahwa sebenarnya hati kita , hati sanubari yang paling dalam tidak menginginkan kita berbohong kepada Allah hanya kekhilafan kitalah menyebabkannya. Untuk mengurangi kebohongan-kebohongan, ada baiknya kalau kita selalu menyertakan hati kita dalam segala perbuatan kita terutama dalam shalat.

Jangan lupa pula untuk sering-sering berkonsultasi dan bertanya pada hati kita tentang amal perbuatan yang sudah, sedang dan akan kita lakukan.

 

Mohon maaf atas segala salah dan khilaf

Bukan bermaksud menggurui, hanya sebagai bahan instropeksi

Wallahu A’lam bishshowab..

 

Ikhlash, Sabar dan Syukur

Ikhlash , Sabar, Syukur adalah suatu kata yang sangat mudah diucapkan tetapi sangat sulit untuk dijalankan. Walaupun bukan ahlinya saya akan mencoba menulis tentang ketiga kata tersebut. Arti kata Ikhlash seperti yang kita ketahui bersama adalah kurang lebih yaitu “beramal atau berbuat semata-mata hanya karena Allah belaka”. Kalau kita beramal karena manusia maka itu adalah syirik sedang meninggalkan amal karena manusia adalah riya’. Nah lho..maju kena mundur kena… terus bagaimana dong kita harus beramal (beribadah).? Ya pokoknya beramal hanya karena Allah saja .titik. Wah kok susah amat yaa. (iyaa nih, mau nulisnya juga susah ) Sebenarnya perkataan “karena Allah” itu bisa berarti beberapa macam antara lain yaitu:

1. Karena Janji Allah.

2. Karena Ancaman Allah.

3. Karena Mencari Ridho Allah.

Kita beribadah sangat mugkin sekali karena ingin mendapatkan apa yang telah dijanjikan Allah dalam Alqur’an. Sebagai contoh Allah telah menjanjikan pahala surga bagi amal-amal ibadah kita, lantas kalau kita beramal karena ingin mendapatkannya apakah salah? Apakah itu tidak ikhlash ? Saya kira itu masih dalam kategori ikhlash karena kita mengharap imbalan yang memang Allah sediakan bagi hambanya yang bertaqwa. Dengan demikian kita masih dalam batasan beramal karena Allah. Yaitu janji Allah kepada kita semua. Lain halnya kalau kita beramal tapi dibarengi dengan mengharapkan imbalan dari selain Allah. Ini baru yang dinamakan tidak ikhlash.

Ambil Contoh, misalnya kita mau membantu pembangunan masjid karena ingin dikenal sebagai orang yang dermawan atau orang yang kaya maka bantuan tersebut kita gembar-gemborkan kesegala penjuru kota. Atau pada waktu sholat, kebetulan kita sholat disisi calon mertua maka sholatnya kita lama-lamakan biar kelihatan khusyu’ dimatanya dan akhirnya nanti urusan anaknya bisa lebih mudah. Nah inilah yang akan merusak keikhlasan amal kita. Kedua kasus diatas adalah serupa yaitu sama-sama beribadah dengan harapan mendapatkan balasan yang berbeda hanya kepada siapa harapan tersebut ditujukan. Kalau harapan kita tertuju pada Allah sesuai dengan janji-janjinya maka kita masih termasuk orang yang ikhlash, tetapi kalau harapannya adalah tertuju kepada manusia baik pada imbalan atau sekedar pujian dari manusia, maka amal tersebut jauh dari dikatakan ikhlash.

Ada kalanya kita beramal (beribadah) bukan karena mengharap pahala dari Allah, tetapi lebih dikarenakan takut akan ancaman Allah. Sebagai contoh kita melakukan sholat karena takut dimasukkan dalam neraka jahannam atau kita kita takut melalaikan sholat karena diancam Allah dengan neraka Wail. Hal itu masih masuk dalam kategori ikhlash juga karena yang kita takuti adalah Allah bukan yang lainnya. Kalau kita sholat karena takut sama ustadz atau karena malu sama tetangga, ini baru yang dinamakan tidak ikhlash.

Beribadah hanya mengharap ridho Allah semata adalah puncak dari segala keikhlashan. Kita ga perlu lagi akan harapan masuk surga Allah sebagai penyemangat ibadah atau takut ancaman neraka Allah sebagai pendorong ibadah. Yang kita lakukan adalah hanya melaksanakan seluruh perintah Allah dan menjauhi segala laranganNya. Masalah mau dapat surga atau akan masuk neraka ga perlu dipedulikan yang penting sami’na wa atho’na kepada Allah. Ibaratnya asal Allah senang, maka segala hal akan dilakukan untukNya. Amal ibadah yang demikian adalah bersumber dari kecintaan kita kepada Allah Subhanahu Wata’ala. Ikhlash letaknya didalam hati, sehingga akan sulit sekali membedakan mana yang ikhlash dan mana yang tidak. Jadi hanya Allah sajalah yang tahu.

Sabar juga merupakan ibadah hati yang sangat-sangat sulit untuk dilakukan. Bahkan ada sebagian ulama yang mengatakan bahwa kesabaran adalah setengah dari keimanan. Sabar berarti keteguhan hati bersama Allah dalam menerima ujian-Nya dengan hati yang lapang dan ridho. Apapun ujian yang diberikan Allah, kita berlapang hati menerima dan ridho menjalaninya. Secara teori memang mudah, tapi dalam pelaksanaanya sering kali kita lupa diri dan menimpakan segala kesalahan kepada Allah, tatkala kita sedang menerima ujian berupa kesulitan dan kesedihan yang mendalam. Dalam menerima ujian yang berupa kesenangan, kekayaan ataupun jabatan kitapun sering lupa diri sehingga mengklaim bahwa semua itu adalah mutlak karena usaha kita sendiri bukan dari Allah. Dalam menerima ujian dari Allah seharusnya kita ikhlash menjalaninya dan tetap menaruh husnu dzon padaNya. Mungkin Allah sedang menguji keimanan kita yang nantinya setelah kita lulus ujian-Nya kita akan naik kelas menjadi hambaNya yang lebih bertaqwa lagi. Atau mungkin Allah memberikan ujian pada kita karena untuk mengurangi beban dosa dari maksiat-maksiat yang pernah kita lakukan. Tinggal bagaimana kita menata hati kita supaya bisa menerima dan menjalani semuanya dengan tabah dan yang paling penting harus selalu husnu dzon pada-Nya. Jangan sampai kita lepas kendali sampai-sampai menyalahkan-Nya atau bahkan meninggalkan-Nya. Na’udzu billahi min dzalik.

Setelah ikhlash dan sabar, sekarang tinggal syukur. Syukur adalah ungkapan rasa terima kasih kita kepada Allah atas ni’mat yang telah diberikan-Nya kepada kita. Ungkapan rasa syukur yang paling mudah dan paling ringan ialah membaca hamdalah atau melakukan sujud syukur. Tapi apakah cukup dengan ucapan hamdalah saja lantas kita sudah termasuk orang yang bersyukur? Kalau batasan syukur hanya sebatas “ungkapan terima kasih“ saja, maka cukuplah ucapan tersebut sebagai rasa syukur, tetapi kalau kita mendefinisikan syukur sebagai “Ungkapan rasa terima kasih atas ni’mat yang diberikan Allah dengan cara menggunakan ni’mat tersebut untuk menjalankan keta’atan kepada Allah”, maka ucapan hamdalah saja belumlah cukup. Sebagai ungkapan rasa syukur, pada waktu kita diberi kesehatan oleh Allah, maka perbanyaklah dzikir, baca Alqur’an, sholat sunnah baik rowatib, sholat tahajjud atau dhuha sehingga kesehatan tersebut benar-benar bermanfaat bagi kita. Demikian juga dengan ni’mat-ni’mat yang lainnya. Kita berusaha menggunakannya untuk memperbanyak ibadah dan mengingat kepada Yang Memberikannya. Sehingga ni’mat kita akan selalu ditambahkanNya sesuai dengan janjiNya bahwa Dia akan menambahkan ni’mat kepada siapa yang men-syukurinya.

Allah Melihat Kita

Sebagaimana keyakinan kita akan adanya Allah, kita yakin pula bahwa Allah adalah Maha Melihat. Penglihatan Allah tidak terbatas pada hal-hal yang dhohir (jelas) saja, tetapi meliputi yang rahasia bahkan yang ghaib sekalipun Allah melihatnya. Kita meyakini bahwa Allah Maha Melihat tetapi sayang kita tidak selalu menyadarinya. Kalau dihitung-hitung mungkin kesadaran akan kehadiran (melihatnya) Allah akan diri jauh lebih sedikit dari pada ketidaksadaran kita. Dalam keadaan sedang beribadahpun misalnya saja sholat, kita sering tidak menyadari bahwa Allah melihat kita, sehingga anggota badan kita sholat tetapi pikiran kita malah jalan-jalan ke mall, atau ngerumpi sama tetangga atau malah nonton tivi…. Astaghfirulloh
Kalau setiap saat kita bisa (mau) menyadari bahwa Allah melihat kita, sungguh suatu nikmat yang sangat luar biasa. Coba misalnya kita mau berbuat maksiat , berbohong misalnya, terus tiba-tiba sadar bahwa Allah sedang melihat kita…. Kira-kira lanjutnya ga bohongnya ?
Menurut saya, kalau emang masih ada setitik keimanan dihati pasti kita akan menghentikan kebohongan kita dan pasti langsung cepat-cepat mebaca istighfar memohon ampunan pada Allah .
Demikian juga kalau akan melakukan kemaksiatan yang lain, pasti kita akan langsung menghentikannya begitu terlintas dalam pikiran kita bahwa Dia sedang melihat perbuatan kita.
Kemudian misalnya kita lagi bengong sendirian atau lagi melepas lelah duduk sendirian di kursi malas kemudian teringat bahwa Allah melihat kita, pasti kita akan malu sama Allah telah menyia-nyiakan waktu tanpa guna. Mungkin kita akan langsung ambil air wudhu kemudian sholat sunnah dua rekaat, atau kemudian membaca kalam-kalam Allah atau setidaknya tetap melanjutkan acara duduknya tapi sambil dibarengi dengan membaca sholawat atau dzikir yang lainnya sehingga waktu kita tidak terbuang dengan percuma.
Suatu ketika dalam keadaan lagi males melakukan kewajiban ibadah tiba-tiba ingatan kita disadarkan olehNya bahwa Dia sedang memperhatikan kita… Subhanallah pasti kita merasa malu sekali padaNya. Badan ini plus segala anggotanya dan ditambah kesehatannya adalah pemberianNya, kita tinggal make tanpa ditarik ongkos sedikitpun … eeeh tahu-tahu kita males membawanya untuk menghadap padaNya . Coba mau ditaruh dimana muka kita ini ? Ternyata kesadaran akan penglihatanNya pada kita akan menjadi dorongan tersendiri dalam setiap ibadah.
Sebagai contoh kita akan menyumbang pembangunan masjid 5000 rupiah, pas ngambil duit di dompet kita ingat bahwa Sang Pencipta sedang merhatiin kita, coba bukan lagi itu lima ribuan yang diambil. Mungkin ganti lima puluh ribuan atau mungkin bahkan seluruh isi dompet dikeluarin semuanya buat masjid.
Jika kesadaran ini timbul pada waktu sholat atau sesaat sebelum sholat, maka InsyAllah kita akan merasa seolah-olah kita sedang menghadapNya langsung dan menyampaikan segala sanjungan dan permohonan kita padaNya. Tiada yang lebih nikmat dari pada kita beribadah dan merasa bahwa Dia sedang melihat kita melakukan ibadah untukNya.
Coba bayangkan kalau sehari semalam selama 24 jam full, kita menyadari bahwa Allah melihat kita. Pasti kita tidak akan pernah melakukan maksiat dan pasti juga hari-hari kita akan terisi dengan berbagai macam amal ibadah. Sungguh suatu keagungan dan kesempurnaan ajaran islam bahwa nabi Muhammad SAW mengajarkan kepada kita untuk selalu berdo’a sebelum dan sesudah beraktifitas, bahkan sampai mau ke kamar kecilpun diajarkan untuk berdo’a. Ini seolah mengajarkan pada kita untuk menyadari bahwa Allah selalu melihat segala perbuatan kita.
Setelah kita menyadari bahwa Dia melihat semua perbuatan kita, baik itu ibadah maupun maksiat maka kita akan meyakini bahwa perbuatan kita didunia ini tidak akan sia-sia belaka.

Coba mari kita lihat ayat Alqur’an dibawah ini:

وقل اعملوا فسيرى الله عملكم ورسوله والمؤمنون وستردّون إلى علم الغيب والشّهدة فينبّئكم بما كنتم تعملون

Dan Katakanlah: “Bekerjalah kamu, Maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) yang mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.(QS At Taubah:105)

Wallohu A’lam bimurodihi
Kita disuruhNya bekerja dan pekerjaan tersebut dilihat oleh Allah nantinya pekerjaan tersebut akan diperiksa olehNya diakherat nanti. Kalau didunia kita masih bisa mengelak akan perbuatan jelek kita, maka nanti diakherat kita tidak akan bisa mengelak sedikitpun. Hakim yang mengadili kita adalah Allah Subhanahu Wata’ala sedangkan saksinya ialah para malaikat dan anggota badan kita sendiri. Dan nanti semua perbuatan kita didunia ini akan diperlihatkan kembali olehNya kepada kita. Kalau banyak amal ibadah kita , maka kita akan tersenyum gembira bersiap-siap menyambut surga yang telah dijanjikan olehNya tetapi sebaliknya kalau banyak perbuatan maksiat kita, maka kita akan menangis tersedu-sedu menyesali semua perbuatan itu dan mungkin kita akan memohon kepada Allah untuk dikembalikan kedunia ini. Tapi sayang waktunya sudah lewat ga ada kata kembali dan tinggallah penyesalan kita yang tiada berarti lagi… Na’udzu billahi min dzalik.
Wallohu ‘Alam bishowab

Munajat

Bismillaahirrahmaanirrahiim. Allaahumma shalli wasallim wabaarik ‘alaa sayyidinaa Muhammadin wa ‘alaa aali sayyidinaa Muhammadi. Astaghfirullahal a’dzhiim wa atuubu ilaih. Ya Allah, selamatkanlah kami semua dari semua dosa dan perbuatan kami sendiri. Selamatkanlah dari kehinaan dan permaluan. Selamatkanlah dari fitnah dunia dan segala apa yang membahayakannya. Ya Allah, Engkau yang menahan sesuatu dan menjaganya. Engkau jugalah pemilik segala pertolongan yang kami-kami butuhkan. Semua beban kami, kesulitan kami, kesusahan kami, hanya Engkau yang mampu mengatasinya. Hanya Engkau ya Allah. Tidak ada selain Engkau yang mampu menolong kami. Tidak ada satupun pertolongan manusia bisa menolong kami jika Engkau tiada menghendakinya. Dan tidak ada satupun bahaya menimpa kami jika Engkau juga tiada mengizinkannya. Ya Allah, terlalu kecil semua urusan kami buat-Mu. Bahkan semua urusan manusia jika dikumpulkan dan dihadapkan pada-Mu, juga teramat kecil. Tiadalah salah kami yang lemah ini bener-benar bergantung kepada-Mu. Jika ada dosa kami, maka ampunilah ya Allah. Jangan sampai dosa kami menyengsarakan kami dunia akhirat. Dan jika ada kebaikan dari diri kami, mudah-mudahan ia mencukupi buat diri kami mendapatkan rahmat-Mu. Wahai yang maha pengasih dan yang maha peyayang, sungguh kami sangat berhajat akan pertolongan-Mu. Ya Allah, betapa kami-kami ini sudah menjadi hamba-Mu yang lalai dan lalai terus. Diberi sedikit nikmat saja, sudah lari kami menjauh dari diri-Mu. Adalah pantas jika kemudian kesusahan dan kesulitan kembali Engkau hidangkan di kehidupan kami. Ya Allah, kami pahami semua kesulitan kami adalah sebuah bentuk Kasih Sayang-Mu terhadap kami. Engkau tidak menghendaki kami susah di negeri yang kami tidak bisa lagi kembali. Engkau menghendaki kami bertaubat dan meniti jalan lagi kembali menuju diri-Mu. Ya Allah, bimbinglah kami agar kami bisa menemukan mutiara di balik semua kesusahan kami. Penuhi hati kami dengan kesabaran, keikhlasan menjalani hidup, dan niatan yang kuat untuk memenuhi hidup kami dengan ibadah kepada-Mu. Ya Allah, kepada siapa lagi kami mengadu jika bukan pada-Mu. Kepada siapa lagi kami bersandar jika bukan pada-Mu. Kepada siapa lagi kami berlindung dari segala ketakutan dan kegelisahan kami, jika bukan kepada-Mu. Tunjukkan segala jalan buat kami untuk mendapatkan ridha-Mu dan Pertolongan-Mu. Ya Allah, sesiapa yang membaca doaku ini, lalu ia menambahinya dengan apa-apa yang menyesakkan dadanya, kabulkanlah. Sesiapa yang membaca doa ini, dan kemudian ia menambahi dengan apa yang memusingkannya, dan dengan apa yang menjadi hajatnya, kabulkanlah ya Allah. Engkau betul-betul Maha Kuasa atas segala sesuatu. Tidak ada yang tidak mungkin bagi diri-Mu. Kekuasaan-Mu tiada berbatas dan tiada bertepi. Laa hawla walaa quwwata illaa billaahil ‘aliyyil ‘adzhiem, washallallaahu ‘alaa sayyidinaa Muhammadin wa ‘alaa aalihi wa shohbihii ajma’iin, walhamdulillaahi robbil ‘aalamiin.

Introspeksi Diri

Kelak diakherat, semua perilaku kita didunia akan di periksa (di hisab) oleh Allah SWT, bahkan sampai perilaku yang sekecil-kecilnya. Pasti kita akan sangat malu sekali kalau semua amal kita adalah amal yang jelek , apalagi kita dihisab dihadapan seluruh manusia. Allah sebagai Hakim Agungnya, sedang para malaikat dan anggota badan kita adalah para saksinya…. Masya Allah… semua anggota badan yang didunia ini selalu menemani kita dimanapun kita berada, nanti berbalik akan menjadi saksi pada waktu kita dihakimi Allah. (Bagaimana kita akan mengingkarinya…..?).  Yang pasti kita tidak akan bisa ingkar dan supaya kita tidak malu dihadapan Allah kelak, maka sebaiknya kita instrospeksi dulu diri kita, seperti kata Sayyidina Umar bin Khattab RA : “Hisablah dirimu sebelum engkau dihisab”.
Telitilah semua anggota badan kita baik yang lahir maupun yang batin. Lalu tanyakan :  “Apakah anggota-anggota badan tersebut selalu menuruti ketentuan (melakukan perintah dan menjauhi larangan) Allah atau malah sebaliknya selalu menentang ketentuan Allah.??”
Kalau kita dapati anggota tubuh kita selalu taat akan ketentuan Allah, maka haturkanlah rasa syukur kehadirat Allah SWT atas nikmat tersebut. Dan sebaliknya kalau kita dapati sebagian anggota badan kita bergelepotan dengan maksiat, maka bersegeralah untuk memohon ampunan Allah dan menyesali perbuatan maksiat tersebut. Kemudian bersyukurlah kepada Allah bahwa tidak dibiarkannya  kita untuk melakukan kemaksiatan lebih jauh lagi dan bahwa anggota badan kita tersebut tidak disiksa oleh Allah dengan berbagai macam cobaan dan penyakit. Karena kita menyadari bahwa anggota badan tersebut sangat pantas sekali kalau di jatuhi macam-macam bala dan penyakit…
Pemeriksaan diri yang demikian sangat baik sekali dilakukan tiap hari apalagi kalau bisa dua kali sehari misalnya pagi dan sore. Dengan demikian Insya Allah diri kita akan selalu terpelihara dari perbuatan-perbuatan yang keji dan munkar dan mudah-mudahan tidak malu kalau kelak dihisab oleh Allah SWT di padang mahsyar. Amien Ya Robbal ‘Alamien.

Istiqomah dalam taubat

Wahai saudaraku, setiap hari mungkin kita mendengar kata taubat bahkan bisa lebih dari tiga empat kali. Kalau mendengar kata ini , ada sementara orang yang akan langsung ingat pada cabe rawit, karena ada istilah tobat sambel. Pas makan sambel cabe rawit karena kepedesan bilang tobat-tobat eehh besoknya kembali makan lagi …

Kalau diartikan menurut bahasa, arti kata Taubat adalah kembali. Menurut hukum islam, Taubat bisa didefinisikan sebagai kembalikepada Allah(berbuat baik) setelah menjalankan maksiat (perbuatan tercela).

Dalam bertaubat kepada Allah kita bisa mengambil pelajaran dari kisah nabi Adam AS dan Siti Hawa tatkala melakukan larangan Allah memakan buah khuldi yang akhirnya diusir dari surga. Kemudian mereka berdua berkata:

قَالاَ رَبّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْلَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ الْخسِرِيْنَ

” keduanya berkata: “Ya Tuhan Kami, Kami telah Menganiaya diri Kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni Kami dan memberi rahmat kepada Kami, niscaya pastilah Kami Termasuk orang-orang yang merugi.” (QS Al A’raaf 23)

Dari kisah tersebut kita bisa ambil pelajaran bahwa setelah mereka melakukan dosa ,  mereka bertaubat dengan mengakui dosanya, memohon ampunan dan akhirnya menyesali perbuatannysa tersebut.

Kalau kita punya dosa kepada Allah maka cukup ketiga hal tersebut kita lakukan, Insya Allah taubat kita akan diterima Allah. Lain halnya kalau kita punya dosa kepada manusia, maka kita harus mendatangi orang yang beresangkutan kemudian minta maaf, mohon ridho dan dihalalkan apa yang telah kita lakukan padanya  (Agak sedikit repot yaa).

Agar taubat kita benar-benar taubatan nashuha maka harus dijalankan syarat-syaratnya, yaitu:

1. Menghentikan perbuatan dosa.

2. Berjanji tidak akan melakukanya lagi.

Cara bertaubat:

Permulaan Taubat dalam arti taubat yang harus kita lakukan pertama kali ialah taubat dari semua dosa-dosa besar yang pernah kita lakukan semenjak kita baligh. Kemudian taubat dari dosa-dosa kecil dilanjutkan taubat dari menjalankan hal-hal yang dimakruhkan.

Sudah cukupkah taubat kita…?, ternyata belum karena kita masih perlu bertaubat dari hal-hal sebagai berikut:

sering  lalai dalam sholat sehingga belum sholat kalau waktunya belum mau habis…

sering melakukan hal yang kurang baik semisal makan dengan tangan kiri…. , makan sambil berdiri … (malahan lagi ngetrend standing party)…., lupa membaca bismilah sebelum melakukan pekerjaan-pekerjaan kita dan lain  sebagainya…

sering beranggapan bahwa kita adalah orang yang paling benar dalam berpendapat, orang yang paling baik, orang yang paling pintar… sering merasa bahwa taubat kita adalah yang paling benar…, ibadah adalah yang paling baik dan lain sebagainya…

setelah semua itu ditaubati maka kemudian perlu taubat juga dari setiap gerak/getaran hati yang jauh dari keridhoan Allah..

Nah akhirnya sampailah pada puncak segala taubat yaitu taubat dari kelalaian hati kita dalam sekejab mata bahwa Allah senantiasa menyaksikan kita dimanapun kita berada…